Sabtu, 28 Februari 2015

Februari Ecstasy : Dunia yang Teramat Getir


Judul : Februari Ecstasy (Monthly series #2)
Penebit : Grasindo
Genre : Thriller, kriminal
Tebal : 200 halaman

Blurb

Mayang:
Napasku memburu. Bayangan Nugie mati di tanganku mulai berputar. Bagaimana aku bisa membunuh dia? Aku tumbuh besar bersamanya. Aku mencintainya.

Nugie:
Joya terus menatapku. Kutatap dia jauh lebih dalam, bila perlu sampai menembus hatinya. Biar aku bisa menetap di sana. Ya, aku harus bisa menguasai Joya.

Joya:
Kubakar ujung lintingan yang lebih besar, kuisap dalam-dalam asap organik itu. Sejenak aku lupa akan Nugie dan Mayang. Kalau aku boleh meminta, aku ingin melupa semuanya.

***

Mayang, Nugie dan Joya dicurigai sebagai pembunuh Sukoco, Sang Pemimpin Geng dan juga merupakan ayah Nugie. Si kembar Mayang dan Joya dibesarkan Sukoco setelah pria itu membunuh kedua orang tua mereka 12 tahun lalu. Tapi semua orang juga tahu, Nugie sangat membenci ayahnya sendiri. Hanya ada satu pemimpin yang boleh menguasai seluruh rusun. Mereka bertiga hanya punya dua pilihan, membunuh atau terbunuh.

Review


Februari selalu diagungkan sebagai bulan penuh cinta. Alasannya apalagi kalau bukan karena hari Valentine yang jatuh pada tanggal 14 Februari. Yah, terlepas dari segalah sejarah asal mula hari Valentine, saya sering berpikir sinis kalau hari itu adalah salah satu hari di mana perusahaan cokelat bisa merengguk untung banyak, begitu juga dengan kafe-kafe, rumah makan, atau mungkin bidang-bidang hiburan yang menargetkan pada pasangan anak manusia. Kalau pasangannya udah suami-istri sih, saya nggak masalah. Yang kadang bikin pokerface adalah kalau ngelihat remaja-remaja belasan yang udah yayang-yayangan. Mirisnya lagi, anak SD pun sekarang udah kenal pacaran. Tahu, kan, beberapa waktu lalu sempet heboh tuh screenshoot mengenai sepasang anak SD yang pacaran. Kasihan, nama fb mereka sama sekali gak disamarkan. Mungkin mereka emang kelihatan norak, tapi... anak-anak tetap saja anak-anak. Duh Dek..., masa depanmu masih terlalu panjang untuk mengenal pacaran :'(

*Ini kenapa aku jadi curhat sih*


Udahan ya, curhatan soal anak SD atau yayang-yayangan yang lain. Serius, ini nggak ada hubungannya sama status saya yang masih single. It's not a problem

Nah, balik ke novel yang saya baca kemarin. Pertama-tama, selamat buat kawan saya, Mbak Ayu Welirang atas kelahiran anaknya yang ke-sekian :D *Duh, suatu saat nanti, aku juga pengin bisa nerbitin novel-novel fantasiku di penerbit mayor.*

Keproduktifanmu memacuku untuk berkarya, Mbak. *tapi kadang malesnya saya kumat sik, apalagi kalau udah kebanyakan makan sama lagi gak ada ide. Wes..., mesti awakku dadi aras-arasen nulis*

Judul novel ini cukup menggelitik, Februari (yang identik dengan bulan cinta) yang kemudian disatukan dengan kata Ecstasy (yang membuat saya langsung terbayang salah satu psikotropika, ekstasi). Membaca blurb di belakang novel, kerutan saya makin bertambah. 3 sudut pandang dari 3 individu yang berbeda, kemudian di bagian bawah ada sebuah paragraf mengenai konflik yang akan dihadapi oleh ketiga individu tersebut. Saya pun langsung berpikir, 'wah..., keknya bakalan rame nih novel.'

Dan, tebakan saya memang benar. Novel ini rame!

Februari Ecstasy menceritakan mengenai sebuah geng narkoba di salah satu rusun di daerah Jakarta. Novel ini bukan novel pertama yang saya baca mengenai geng-geng narkoba, sebelumnya... saya pernah membaca metropolis (yang membuat saya tergila-gila pada Johan Al), ada juga Rencana Besar (yang membuat saya terkejut dengan intrik-intriknya), kemudian apalagi ya... lupa saya. Yang jelas, kedua novel di atas adalah dua novel yang menangkat mengenai masalah narkoba, meski Rencana Besar tidak segitu detailnya. Dan ini menjadi novel ke-selanjutnya yang saya baca yang menangkat mengenai narkoba.

Berbeda dari Metropolis yang memadukan antara aksi, romance, juga teka-teki rahasia antar tokoh-tokohnya, maupun Rencana Besar yang mengulik mengenai perbankan, Februari Esctasy membahas mengenai perseteruan di dalam kelompok pengedar narkoba itu sendiri. Di sini, kita akan dibawa mengenai kehidupan para pengedar serta hieraki-hierarki mereka di dalam kelompok.

Mayang, Nugie, dan Joya adalah tokoh utama dalam novel ini. Ditulis secara bergantian oleh 3 penulis. Saya menebak, Sudut pandang Mayang ditulis oleh Deviana, Nugie oleh Ari Keling, dan Joya oleh Mbak Ayu.  (Maap kalau salah). Sepintas dari gaya bahasa maupun penulisan ketiga penulis ini tidak terasa berbeda. Namun, dari segi 'rasa', kita bisa melihat bahwa ketiga tokoh ini ditulis oleh orang yang berbeda. Ada semacam apa ya... perbedaan dalam cara penyampaian yang sulit untuk dijelaskan.

Untuk menyelesaikan novel ini, saya tidak menemukan banyak masalah. Yang paling mengganjal dan membuat jengah adalah ketika ada adegan yang diulang dari tokoh sebelumnya. Saya sempat men-skip bebearapa halaman karena adegannya sama seperti adegan di halaman sebelumnya. Untuk jalan cerita, lumayan bagus, meski saya keheranan, dengan geng sebesar itu, bagaimana mungkin mereka bisa menghindar dari polisi? Apalagi letak mereka di Jakarta. Mereka hampir menempati satu rusun, lho. Gak mungkin-lah kalau intel sampai gak mencium gelagat kelompok ini. Kecuali, kecuali lho ya..., kalau ada oknum polisi yang kongkalikong sama genk ini. Nah, barulah saya bisa memahami, bagaimana kelompok sebesar ini gak diganggu oleh polisi. Sebenarnya ada penjelasan, bahwa mata-mata kelompok ini yang menjaga dari intaian polisi. Namun, saya merasa alasan tersebut kurang kuat.

Pernah terjadi di kota kecil tempat saya dibesarkan (saya diceritain oleh Bapak saya sih, gak mbaca beritanya secara langsung), ada sebuah pabrik narkoba (saya lupa itu ekstasi atau jenis narkoba apa) yang lumayan besar di sana beberapa tahun lalu. Pabrik ini gede dan baru terungkap beberapa tahun kemudian. Semua orang jelas kaget dan bertanya-tanya, gimana mungkin pabrik segede ini sampai gak diketahui sama Kapolres. Yah pada akhirnya, sang Kapolres pada waktu itu.... (saya gak tega nyeritainnya). Dari sinilah muncul berbagai dugaan.

Selain keanehan tersebut, saya juga masih rada gagal paham dengan keinginan membunuh antara ketiga orang tersebut. Okelah, mereka punya masa lalu yang saling mengait dan saling mempengaruhi. Namun, entah kenapa, saya merasa kalau masalah tersebut kurang dalam. Ada juga hal yang membuat saya gak nyaman buat mbaca ini yaitu adegan berdarah-darahnya yang lumayan banyak sama ternyata ada satu kisah cinta yang bikin saya syooook abis.

Terakhir, buku ini bagus, tapi rasanya kurang tebal. Dari sini, saya memikirkan mengenai keinginan untuk bertahan hidup, jadi yang terkuat, maupun cinta yang salah sasaran. Sepertinya ada sesuatu yang ingin disampaikan tetapi kurang bisa tersampaikan. Selamat untuk ketiga penulis atas anak baru mereka. Rate 3 dari 5 bintang untuk buku ini.

1 komentar:

  1. Dinaaaa makasih review-nyaaaa. :')

    Duh, cinta macam itu membuatmu syok yaaaa. :)))

    BalasHapus