Senin, 05 Oktober 2015

Serius Cuma Mitos? : Writer's Block dan Mood


   Sudah cukup lama tidak mengisi blog ini. Sebenarnya, beberapa bulan lalu saya ingin mengisinya dengan beberapa tema. Namun, karena terkendala dengan waktu, rasa malas, dan (yang paling utama) jaringan internet, akhirnya tema-tema itu teronggok dalam pikiran saya dan terlupakan begitu saja. Hmm..., sungguh disayangkan.

   Yah, beginilah bila seorang penulis memperturutkan rasa malasnya. Yang ada, ide-ide yang seharusnya bisa diolah menjadi sebuah cerita, akhirnya terkubur sia-sia karena masalah sehari-hari, hingga terlupakan begitu saja. Ada yang pernah mengalami apa yang saya rasakan? Saya kira, hampir setiap penulis pernah melakukan ini. Mau tidak mau, mood memang sangat mempengaruhi semangat menulis. 

   Saya pernah membaca beberapa artikel yang dibuat salah satu penerbit, isinya tak lain ajakan untuk konsisten menulis. Paling tidak, setiap hari kita bisa meluangkan waktu untuk menulis. Bagi sebagian orang, hal ini sulit. Namun bagi sebagian yang lain     dengan displin dan latihan terus-menerus, itu merupakan sesuatu yang ringan. Bagi saya sendiri, konsisten menulis setiap hari termasuk sulit dan membutuhkan kestabilan emosi yang baik, karena ini berkaitan dengan mood serta writer's block.


   Mood atau suasana hati, bagi sebagian orang, bisa mempengaruhi fokus seseorang. Kalau penulis termasuk dalam kategori yang susah berkonsentrasi saat suasana hatinya jelek, ya... wassalam, tulisannya bisa jadi kacau kalau dia memaksakan diri untuk menulis dalam keadaan seperti itu. Sementara itu, Writer's block atau yang lebih saya pahami sebagai kebuntuan saat penulis melanjutkan tulisannya, merupakan waktu di mana seorang penulis merasa buntu ide atau tidak tahu membawa ceritanya ke mana. Hayo..., siapa yang pernah merasakan ini? Saya sering merasakannya sampai merasa stres sendiri gara-gara halaman naskah nggak maju-maju.

   Katanya, writer's block itu mitos. (Mitos dari hongkong!). Saya sering merasakannya, terutama saat mengupayakan menyelesaikan naskah secepatnya. Waktu itu, hawane kemrungsung jadi dengan cara apa pun naskahnya harus segera selesai (yang malah terjadi sebaliknya, naskahnya belum selesai dan ceritanya kacau-balau). Jujur saja, saya ngerasa campur-aduk setelah baca ulang lagi dan lagi naskah tersebut, yang ada hanyalah rasa sesal. *krik*

   Yah, tapi entah seperti apa tanggapan kawan-kawan penulis yang lain. Saya kira, di antara mereka ada yang sudah bersahabat dengan mood serta writer's block sehingga bisa tetap menulis tanpa memedulikan itu. Ada juga yang mungkin memakai cara berhenti menulis sementara bila terkena serangan absurd saat pikiran dan suasana hatinya jelek. Setiap penulis jelas memakai cara yang berbeda-beda dalam menghadapi kendala yang dia terima, tapi menurut saya, yang paling penting bagi setiap orang adalah mengenali dirinya sendiri. Saat seseorang mengetahui seperti apa dirinya, mengenali seperti apa ciri dan emosinya, maka dia akan mengerti dan bisa mempersiapkan cara untuk menghadapi hambatan-hambatan yang menghalanginya dalam memperoleh tujuan.

   Menulis merupakan ketrampilan yang didasarkan pada fokus, imajinasi, kedalaman rasa dan pikiran, jadi saat menulis, seorang penulis bisa dibilang mengolah seluruh daya dalam dirinya untuk dituangkan menjadi sebuah bacaan (yang bisa dipahami atau malah sulit dipahami) orang lain. Karena itu, ketenangan dan konsentrasi saat mengerjakan sebuah tulisan saya rasa sangat diperlukan. Hal ini untuk mempermudah kita     sebagai penulis, serta para pembaca untuk memahami bacaan yang kita tulis. Mubazir, kan, kalau kita menulis sesuatu yang kacau dan malah membuat orang lain (yang sudah punya banyak masalah) makin tambah mumet?

  Bagi yang ingin jadi penulis, tetap semangat dalam olah rasa dan pikiran. Saya sendiri pun masih terus belajar bagaimana cara berkompromi dengan hambatan-hambatan yang membuat saya buntu ide. Semangat! (^__^)9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar